Keong merupakan salah satu hewan yang dapat hidup dalam dua alam, yakni di perairan dan daratan. Salah satu ciri khas hewan ini adalah memiliki tempurung atau cangkang yang berfungsi sebagai pelindung dirinya dari ancaman luar. Tempurung keong ini selalu menyertainya di mana pun hewan ini berjalan, seperti halnya tempurung yang dimiliki oleh siput dan masyarakat yang berada di sekitar pesisir pantai, hewan keong ini sering mereka temukan. Kadang kita melihat beberapa orang berburu keong, sebagian untuk tujuan dikonsumsi secara pribadi dan ada pula yang menggunakan keong untuk bagi masyarakat pedesaan, terutama mereka yang bermata pencaharian sebagai petani, banyak juga keong yang berlalu-lalang di sekitar perairan sawah, hewan ini biasa dikenal dengan nama tutut atau keong sawah. Sebagian masyarakat berburu hewan keong sawah ini untuk dijadikan sebagai lauk-pauk, terkadang ada juga yang diperjualbelikan. Melihat berbagai realitas di atas, sebenarnya apakah memang hewan keong termasuk hewan yang halal untuk dikonsumsi, sehingga tindakan sebagian masyarakat dapat dibenarkan?Baca juga ● Mengonsumsi Laron, Halal atau Haram?● Hukum Makan Bekicot● Standar Menjijikkan atau Tidaknya Hewan adalah Orang Arab, Mengapa?Para ulama berbeda pendapat tentang status hokum keong, apakah termasuk hewan yang halal atau haram dikonsumsi. Sebagian ulama seperti Imam Ar-Ramli, Ad-Damiri dan Khatib Asy-Syirbini berpandangan bahwa keong adalah hewan yang halal untuk dikonsumsi. Sedangkan ulama lain seperti Imam Ibnu Hajar, Ibnu Abdissalam, dan Az-Zarkasyi berpandangan bahwa keong adalah hewan yang haram untuk dikonsumsi. Perbedaan pendapat ini secara tegas dijelaskan dalam salah satu kitab karya ulama Nusantara, Syekh Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Jawi al-Bughuri yang berjudul Shawaiq al-Muhriqah li al-Awham al-Kadzibahفعلى كلام المجموع وابن عدلان وأئمّة عصره والدميري والشهاب الرملي ومحمد الرملي والخطيب فى المغني فالرميسى والتوتوت والكييوع حلال لأنّها مثل الدنيلس الذي اتّفقوا على حله وداخل في أنواع الصدف الذي ظاهر كلام المجموع على حلّه . وعلى كلام ابن عبد السلام والزركشى وابن حجر فى الفتاوى الكبرى والتحفة فالمذكورات حرام فيجوز للناس أكلها تقليدا للذين قالوا بحلّه والأولى تركه إحتياطا.“Berdasarkan penjelasan dalam kitab Al-Majmu’, pendapat Ibnu Adlan dan ulama semasanya, Imam Ad-Damiri, Syihab Ar-Ramli, Muhammad Ar-Ramli, dan Khatib Asy-Syirbini dalam kitab Mughni al-Muhtaj bahwa ramis, tutut keong sawah dan keong laut adalah hewan yang halal, karena masih sama dengan danilas sejenis hewan laut yang disepakati kehalalannya dan tergolong dalam jenis kerang yang secara eksplisit dijelaskan dalam kitab al-Majmu’ kehalalannya. Namun jika berdasarkan pendapat Imam Ibnu Abdissalam, Az-Zarkasyi, Ibnu Hajar dalam kitab al-Fatawa al-Kubra dan Tuhfah al-Muhtaj bahwa semua hewan yang disebutkan di atas adalah haram, maka boleh bagi seseorang untuk mengonsumsinya dengan bertaqlid pada ulama yang berpendapat tentang kehalalannya, namun yang lebih utama adalah tidak mengonsumsi hewan ini dalam rangka mengambil jalan hati-hati dalam mengamalkan syariat.” Syekh Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Jawi, Shawaiq al-Muhriqah li al-Awham al-Kadzibah, hal. 14-15Perbedaan pendapat tentang hukum mengonsumsi keong di atas sebenarya bermula dari perbedaan pendapat di antara ulama tentang status hukum hewan kerang, apakah termasuk hewan yang haram atau halal dikonsumsi. Sebab keong adalah hewan yang mirip dengan kerang dari segi kehalalan dan demikian dapat disimpulkan bahwa mengonsumsi keong, baik itu keong laut ataupun keong sawah adalah persoalan yang diperdebatkan, sebagian ulama memperbolehkan, sebagian yang lain mengharamkan. Bagi sebagian orang yang terbiasa mengonsumsi keong atau menjadikan keong sebagai mata pencaharian diperbolehkan baginya mengikuti taqlid pada ulama yang menghalalkan keong. Sehingga perbuatan yang dilakukannya, baik itu mengonsumsi ataupun memperjual-belikan keong tidak tergolong sebagai hal yang dilarang oleh syara’. Meski begitu, hal yang lebih utama tetap menjauhi mengonsumsi keong ini dalam rangka mengambil jalan kehati-hatian dalam mengamalkan syariat ihtiyath seperti yang dijelaskan dalam kitab Shawaiq al-Muhriqah li al-Awham al-Kadzibah di atas. Wallahu a’ Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Kaliwining Jember Jawa Timur
Padakerang jenis lainnya, racun dan bakteri biasanya tertinggal dalam bagian tubuh penyaringnya. Di Gresik, simping menjadi makanan khas yang dibuat sebagai kripik atau krupuk untuk camilan atau teman makan. Rasanya yang renyah dan gurih serta berprotein tinggi, membuat kripik ini menjadi andalan oleh-oleh jika berkunjung ke Gresik. 7. KerangIndonesia adalah kawasan tropis yang dihuni oleh jutaan jenis binatang dan tumbuh-tumbuhan. Kondisi tanah yang subur dimanfaatkan oleh para petani untuk bercocok tanam. Di antara binatang yang sering berada di sekeliling para petani di lahan sawah mereka adalah belalang dan keong. Populasi keong yang begitu banyak, memunculkan sebuah ide kreatif untuk menjadikannya sebagai bahan komoditi yang bisa menghasilkan uang. Keong diolah menjadi makanan tertentu, lalu dijual, atau minimal dikonsumsi sendiri. Masalah yang muncul selanjutnya adalah, keong itu halal untuk dimakan atau tidak? Kalaupun halal, bagaimana cara menyembelihnya, sementara keong adalah binatang yang sangat licin tubuhnya dan tak memiliki darah yang mengalir? Berkaitan dengan halal haram hukum keong, Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid pernah menyampaikan penjelasan secara singkat melalui website kumpulan fatwa beliau. Baca Juga Memakan Tulang Pada Menu Makanan Apa Ada Larangannya? Keong dalam bahasa arab diistilahkan dengan Halzun. Halzun ada dua jenis; Halzun darat di Indonesia, Halzun darat biasa disebut dengan Bekicot dan Halzun air atau Halzun laut. Halzun darat termasuk kategori binatang yang darahnya tidak mengalir. Sedangkan Halzun air itu termasuk spesies binatang bercangkang yang merupakan bagian dari binatang laut. Dalam kitab Al-Mausu’ah al-Arabiyah al-Alamiyah disebutkan, Halzun adalah binatang laut yang tubuhnya lunak, dia termasuk bagian dari spesies binatang bercangkang. Hampir seluruh permukaan tubuhnya dibalut dengan cangkang. Ada pula jenis Halzun yang cangkangnya hanya menutupi sebagian kecil kulit bagian atas atau bawahnya. Tapi kebanyakan Halzun tidak memiliki cangkang pada tubuhnya. Halzun darat memiliki dua tanduk kecil yang masing-masing ujungnya terdapat mata. Halzun yang berwarna kelabu dan berukuran besar dianggap sebagai hama bagi tanaman. Sebab, dia memiliki tingkat kerakusan yang tinggi dalam memakan tumbuhan. Halzun jenis ini panjangnya bisa mencapai 10 cm. Keong Darat/Bekicot Terkait dengan hukum memakannya, para ulama menjelaskan bahwa Keong darat/bekicot termasuk kategori serangga Hasyarat. Sehingga hukum memakannya sama dengan hukum memakan serangga. Jumhur Ulama berpendapat bahwa memakan serangga hukumnya haram. Imam an-Nawawi menyatakan, “Mazhab para Ulama tentang serangga darat…menurut mazhab kami adalah haram. Abu Hanifah, Ahmad, Abu Daud juga menyatakan demikian. Sedangkan Malik berpendapat Halal’.” Al-Majmu’, Imam an-Nawawi, 9/16 Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan, “Halzun darat tidak halal untuk dimakan, sebagaimana tidak halalnya jenis serangga-serangga yang lain baik yang bisa terbang ataupun yang tidak seperti Wazghah Cicak, Hunfusyah Kumbang, Naml Semut Nahl Lebah, Zhubab Lalat Dabbur Lebah Hornet, Dudah cacing, Qummal Kutu, Burghuts kutu anjing, Baqqah Kutu Busuk, Ba’udhah Nyamuk, dan spesies sejenis lainnya. Dalil pengharamannya adalah firman Allah, حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ “Diharamkan bagimu memakan bangkai..” QS. Al-Maidah 3 Dan firman-Nya, إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ “Kecuali yang sempat kamu sembelih..” QS. Al-Maidah 3 Telah jelas bahwa yang dimaksud dengan menyembelih itu tidak bisa dilakukan kecuali pada leher ataupun dada binatangnya, sehingga binatang yang tak bisa disembelih itu tidak ada cara menghalalkannya untuk boleh dimakan. Oleh sebab itu dihukumi haram karena faktor dilarang memakannya, kecuali bangkai yang tidak disembelih haram karena wujudnya sebagai bangkai. Al-Muhalla, 6/76-77 Namun, Ulama mazhab Maliki tidak mensyaratkan pemberlakukan penyembelihan bagi hewan yang tidak mengalirkan darah, mereka menghukumi binatang seperti itu sama dengan hukum yang berlaku pada belalang; cara menyembelihnya diganti dengan cara direbus, atau dipanggang, atau dengan ditusuk dengan duri atau jarum hingga mati disertai dengan membaca bismillah. Baca Juga Berburu Dengan Senapan Angin, Daginya Halal? Imam Malik pernah ditanya tentang persoalan binatang—dikenal dengan sebutan Halzun darat—yang hidup di pohon-pohon tengah gurun pasir di wilayah Maghrib, apakah boleh dimakan? Beliau menjawab, Saya berpendapat binatang itu seperti belalang Jarrad. Halzun darat yang masih hidup yang kemudian direbus atau dipanggang; menurut saya tidak mengapa untuk memakannya, namun untuk Halzun darat yang sudah mati duluan bangkai jangan dimakan.” Al-Mudawwanah, 1/542 Abul Walid al-Baji rahimahullah menuliskan dalam kitabnya, “Jika memang demikian, maka hukum memakan Halzun darat itu sama dengan hukum memakan belalang. Imam Malik mengatakan, Cara menyembelihnya adalah dengan direbus atau dengan ditusuk menggunakan duri atau jarum hingga mati, dengan mengucpakan bismillah saat melakukan itu tentunya, sebagaimana metode yang dipakai dalam menyembelih dengan memutus kepala belalang.’” Al-Muntaqa Syar hal-Muwaththa’, Abul Walid Al-Baji, 3/110 Keong Air Atau Keong Laut Adapun tentang Keong air atau Keong laut, hukumnya halal. Hukum terhadap binatang ini termasuk dalam hukum keumuman binatang buruan laut yang halal untuk dimakan. Dalilnya firman Allah, أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعاً لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.” QS. Al-Maidah 96 Imam Al-Bukhari meriwayatkan sebuah penjelasan ayat di atas dari Umar Bin Khattab radhiyallahu anhu, Shaiduhu adalah semua binatang yang diburu, wa tha’amuhu adalah segala yang dilemparkan tumbuh di laut. Baca Juga Biji Pala Haram Dikonsumsi Langsung, Benarkah Demikian? Imam al-Bukhari juga meriwayatkan dari Syuraih, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, كُلُّ شَيءٍ فِي الْبَحْرِ مَذْبُوحٌ “Semua binatang yang ada di laut, sudah dianggap disembelih.” Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid menyimpulkan, boleh memakan kedua jenis Keong yang ada; Keong darat dan Keong air atau Keong Laut, meskipun harus dimasak hidup-hidup itu tidak masalah. Sebab Keong darat tidak memiliki darah yang mengalir yang menjadi sebab diharuskannya menyembelih menyembelih mengalirkan darah, dan Keong air atau Keong laut termasuk kategori binatang buruan dan makanan laut yang hukum dasarnya halal secara syar’i. Wallahu a’lam Sodiq Fajar/
Jakarta- Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperjelas kategori hewan yang haram dimakan umat muslim di Indonesia. Bekicot memang diharamkan, namun tutut dan sejenis kepiting masih halal dikonsumsi. Keong keong apa yang beracun? Jenis yang beracun adalah keong mas, dimana hewan ini memiliki cangkang atau rumah yang berwarna keemasan.
Jakarta - Dalam Islam, mengenai makanan ada aturan dalam mengkonsumsinya memiliki aturan yang jelas seperti apakah makanan itu halal atau yang diharamkan ataupun juga yang halal, namun tidak baik gizinya Ghaira Thaiyibat seperti makanan yang halal namun terbuat dengan bahan campuran yang membahayakan, yang halal namun sudah kadaluarsa atau busuk, dan yang halal namun mengkonsumsinya dengan berlebihan atau dapat membuat mudharat bagi orang yang terkena penyakit tertentu, jika mengkonsumsinya. Di antaranya sebagamana Allah SWT berfirman dibawah iniيَاأَيُّهاَ النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي اْلأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ {البقرة 168}Artinya "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." QS. Al-Baqarah 168.يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا للهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ {البقرة 172}Artinya "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik bergizi dan halal yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah." QS. Al-Baqarah 172.Mengenai Keong Tutut atau keong yang hidup di sungai atau di sawah tidak dapat disamakan dengan Bekicot. Masih dijumpai di berbagai daerah di Indonesia yang gemar mengkonsumsi Bekicot. Bekicot sudah jelas keharamannya, karena menjijikkan, berlendir dan memiliki zat yang mengandung racun dan hewan ini sepakat para ulama melarang dalam istilah Arab biasa dikenal dengan nama halzun. Hewan ini oleh para ulama dikategorikan sebagai hewan yang menjijikkan mustakhbas, sehingga termasuk hewan yang tidak halal alias demikian seperti yang dijelaskan dalam kitab Hayat al-Hayawan al-Kubra,الحلزون عود في جوف أنبوبة حجرية يوجد في سواحل البحار وشطوط الأنهار. وهذه الدودة تخرج بنصف بدنها من جوف تلك الأنبوبة الصدفية، وتمشي يمنة ويسرة تطلب مادة تغتذي بها فإذا أحست بلين ورطوبة انبسطت إليها، وإذا أحست بخشونة أو صلابة انقبضت وغاصت في جوف الأنبوبة الصدفية، حذراً من المؤذي لجسمها، وإذا انسابت جرت بيتها التحريم لاستخباثه. وقد قال الرافعي في السرطان أنه يحرم لما فيه من الضرر لأنه داخل في عموم تحريم الصدف. وسيأتي الكلام عليه في باب السين المهملة“Halzun membiasakan hidup di dalam tempurung yang keras. Hewan ini dapat ditemukan di pinggir lautan dan di tepi sungai. Hewan ini mengeluarkan sebagian badannya dari dalam tempurung kerangnya, lalu berjalan ke kanan dan kiri untuk mencari benda yang dapat ia makan. Ketika dia merasa berada di tempat yang lembut dan basah maka ia akan membeberkan diri pada tempat itu. Dan ketika dia merasa berada di tempat kasar dan kering maka dia akan mengurung dan masuk kedalam tempurung kerang tersebut karena khawatir dari sesuatu yang menyakiti tubuhnya. Ketika dia berjalan maka rumahnya juga bersamanya. Hukum mengonsumsi hewan ini adalah haram, karena hewan ini dianggap hewan yang menjijikkan menurut orang Arab.” Syekh Kamaluddin ad-Damiri, Hayat al-Hayawan al-Kubra, juz 1, hal. 234.Pendapat di atas merupakan pandangan dalam mazhab Syafi’i, seperti halnya yang dianut oleh mayoritas Muslim di Indonesia. Sedangkan ketika menelisik status daging bekicot dengan berpijak pada mazhab lain, rupanya masih terdapat ulama yang berpandangan bahwa bekicot bukanlah hal yang diharamkan, misalnya seperti dalam pendapat Imam Malik seperti yang dikutip dalam kitab al-Mudawwanah al-Kubra,ولقد سئل مالك عن شئ يكون في المغرب يقال له الحلزون يكون في الصحارى يتعلق بالشجر أيؤكل قال أراه مثل الجراد ما أخذ منه حيا فسلق أو شوي فلا أرى باكله بأسا وما وجد منه ميتا فلا يؤكل“Imam Malik pernah ditanya tentang hewan yang ditemukan di tanah Maghrib Maroko biasa disebut dengan halzun. Hewan ini biasa berada di hutan belantara dan bergantungan pada pepohonan. Apakah hewan ini dapat dimakan? Beliau menjawab, Aku berpandangan hewan tersebut seperti jarad belalang jika diambil dalam keadaan hidup lalu diseduh atau dimasak, sehingga menurutku mengonsumsi hewan tersebut tidak masalah. Sedangkan ketika ditemukan dalam keadaan mati, maka tidak boleh di makan’.” Imam Sahnun bin Said at-Tanukhi, al-Mudawwanah al-Kubra, juz 3, hal. 111Banyak masyarakat Indonesia yang mengonsumsi keong sawah atau yang lazim disebut dengan tutut. Bahkan saat ini olahan makanan tutut ini mudah dijumpai karena banyak dijajakan oleh pedagang kaki lima dan dijual di warung-warung makan. Meski demikian, terdapat sebagian orang yang masih mempertanyakan kehalalan makan tutut. Sebenarnya, bagaimana hukum makan tutut?Dalam kaidah Ushul Fikih menyebutkan,وأن الأصل في الأشياء الإباحة مالم يقم دليل معتبر على الحرمة"Asal segala sesuatu hukumnya adalah Mubah selama tidak ada dalil atau bukti kuat yang dapat mengharamkannya." Jadi tidak ada dalil yang kuat yang mengharamkan keong Tutut untuk prinsipnya, hewan air hukumnya halal dikonsumsi, berdasarkan nash dari Al-Quran maupun Al-Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Di antaranya, ayat yang menyebutkan,أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ ۖ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَArtinya “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu menangkap binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan." QS. Al-Maidah, 5 96.Yang dimaksud dengan air di sini bukan hanya air laut, namun termasuk juga hewan air tawar. Karena pengertian “al-bahru al-maa’ “ adalah kumpulan air yang banyak. Imam Asy-Syaukani mengatakan, “Yang dimaksud dengan air dalam ayat di atas adalah setiap air yang di dalamnya terdapat hewan air untuk diburu ditangkap, baik itu sungai atau kolam.” lihatlah Fathul Qodir, Muhammad bin Ali Asy-Syaukani, 2/361, Mawqi’ At-Tafasir.Sebagian ulama seperti Imam Ar-Ramli, Ad-Damiri dan Khatib Asy-Syirbini berpandangan bahwa keong adalah hewan yang halal untuk dikonsumsi. Sedangkan ulama lain seperti Imam Ibnu Hajar, Ibnu Abdissalam, dan Imam Az-Zarkasyi berpandangan bahwa keong adalah hewan yang haram untuk pendapat ini secara tegas dijelaskan dalam salah satu kitab karya ulama Nusantara, Syekh Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Jawi al-Bughuri yang berjudul Shawaiq al-Muhriqah li al-Awham al-Kadzibah,فعلى كلام المجموع وابن عدلان وأئمّة عصره والدميري والشهاب الرملي ومحمد الرملي والخطيب فى المغني فالرميسى والتوتوت والكييوع حلال لأنّها مثل الدنيلس الذي اتّفقوا على حله وداخل في أنواع الصدف الذي ظاهر كلام المجموع على حلّه . وعلى كلام ابن عبد السلام والزركشى وابن حجر فى الفتاوى الكبرى والتحفة فالمذكورات حرام فيجوز للناس أكلها تقليدا للذين قالوا بحلّه والأولى تركه إحتياطا.“Berdasarkan penjelasan dalam kitab Al-Majmu’, pendapat Ibnu Adlan dan ulama semasanya, Imam Ad-Damiri, Syihab Ar-Ramli, Muhammad Ar-Ramli, dan Khatib Asy-Syirbini dalam kitab Mughni al-Muhtaj bahwa ramis, tutut keong sawah dan keong laut adalah hewan yang halal, karena masih sama dengan danilas sejenis hewan laut yang disepakati kehalalannya dan tergolong dalam jenis kerang yang secara eksplisit dijelaskan dalam kitab al-Majmu’ kehalalannya. Namun jika berdasarkan pendapat Imam Ibnu Abdissalam, Az-Zarkasyi, Ibnu Hajar dalam kitab al-Fatawa al-Kubra dan Tuhfah al-Muhtaj bahwa semua hewan yang disebutkan di atas adalah haram, maka boleh bagi seseorang untuk mengonsumsinya dengan bertaqlid pada ulama yang berpendapat tentang kehalalannya, namun yang lebih utama adalah tidak mengonsumsi hewan ini dalam rangka mengambil jalan hati-hati dalam mengamalkan syariat.” Syekh Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Jawi, Shawaiq al-Muhriqah li al-Awham al-Kadzibah, hal. 14-15.Dalam Kitab Fiqih Madzahibul Arba'ah disebutkan,فلا يجوز اكل الحشرات الضارة… اما إذا اعتاد قوم اكلها ولم تضرهم وقبلتها انفسهم, فالمشهور عندهم انها لاتحرم المذاهب الاربعة, الجزء ٢ ص ٣ "Tidak diperbolehkan memakan serangga berbahaya ... Tetapi jika orang biasa memakannya dan tidak membahayakan mereka dan mereka sendiri menerimanya, maka yang masyhur menurut mereka bahwa hal itu tidak diharamkan dilarang." Al-Madzahib Al-Arba'ah juz 2 hal. 3. Wallahu a' Asimun Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. الموفق الى أقوم الطريق***Editor Muhammad Mihrob
- Уፄокрυ исестокуնо
- Оսозвосሧ узаռይг ղимቩтαχ
- Уցጄղεնаኆ እм оլ
- Σоኣиγንгаψу свигли կ ኾестετ
Adapunjenis - jenis binatang yang haram dimakan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 1. haram karena nas, baik dari Al-Qur'an maupun hadist yaitu Babi, himar ( keledai ), Anjing, binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam. kepiting, keong, bekicot, kura - kura, dan lain - lainya. Khusus mengenai kodok
Bagi sebagian orang, bekicot mungkin bukan jenis makanan yang bisa dikonsumsi karena berlendir. Namun, banyak juga lho yang mengkonsumsi bekicot sebagai lauk makan sehari-hari. Nah, bagi Anda yang beragama Islam, sebetulnya boleh atau tidak ya makan makanan yang satu ini? Yuk simak hukum makan bekicot dalam Islam berikut ini. Hukum Makan Bekicot dalam Islam, Benarkah Dilarang? Bekicot memang bukan jenis makanan yang biasa kita makan sehari-hari. Namun, bukan berarti tak ada yang menyantap binatang yang satu ini. Hewan berlendir itu laris manis dikonsumsi oleh berbagai kalangan. Namun, seiring makin banyaknya orang yang mengonsumsi bekicot, muncul pertanyaan bagi umat muslim, yaitu apakah bekicot halal untuk dimakan? Perdebatan pun mulai muncul. Sebagian umat muslim meyakini bahwa bekicot haram untuk dimakan karena tergolong sebagai hewan yang menjijikkan. Sikap ini bahkan datang dari organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama. Mengutip situs resmi NU, seorang ustadz bernama Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Kaliwining Rambipuji Jember mengatakan bahwa memakan bekicot hukumnya haram dalam agama Islam. Ini karena bagi orang Arab, hewan tersebut termasuk sebagai hewan yang menjijikkan atau istilahnya mustakhbas. Para ulama di Arab pun mengkategorikan bekicot atau yang biasa disebut halzun sebagai hewan yang haram untuk dimakan. Hal ini seperti disebutkan dalam kitab Hayat al-Hayawan al-Kubra “Halzun hidup di dalam tempurung yang keras. Hewan ini dapat ditemukan di pinggir lautan dan di tepi sungai. Hewan ini mengeluarkan sebagian badannya dari dalam tempurung, lalu berjalan ke kanan dan ke kiri untuk mencari makanan. Ketika berada di tempat yang lembut dan basah, maka ia akan membeberkan diri. Dan ketika dia berada di tempat kasar dan kering, maka dia akan masuk ke dalam tempurung karena khawatir sesuatu akan menyakiti tubuhnya. Ketika dia berjalan, maka rumahnya juga bersamanya. Hukum mengonsumsi hewan ini adalah haram karena dianggap menjijikkan.” Syekh Kamaluddin ad-Damiri, Hayat al-Hayawan al-Kubra, juz 1, hal. 234 Referensi inilah yang kemudian dipakai oleh Ustadz Ali Zainal Abidin untuk mengkategorikan bekicot sebagai hewan yang haram untuk dimakan. Bahkan, sekalipun anggapan menjijikkan itu diungkapkan oleh ulama Arab. Baca juga Tokoh agama beri fatwa vaksin haram, wabah difteri menyerang Purwakarta Bekicot Halal Dimakan Menurut MUI Meski demikian, polemik haram atau tidaknya bekicot tetap berlanjut hingga sekarang. Sebab, ada pula yang memiliki pandangan bahwa bekicot halal untuk dimakan. Hal ini seperti diungkapkan oleh Majelis Ulama Indonesia MUI yang menyatakan bahwa halal hukumnya bagi umat muslim untuk mengonsumsi bekicot. Pandangan ini merujuk pada anggapan bahwa bekicot adalah hewan yang menjijikkan hanya berlaku bagi sebagian orang saja. Menjijikkan atau tidak sifatnya relatif dan berbeda-beda tiap orang, oleh karena itu, MUI pun memutuskan bahwa hewan ini boleh disantap oleh umat muslim. Mengutip situs resmi MUI, bekicot halal untuk dimakan karena alasan yang telah disebutkan di atas. Karena penilaian menjijikkan atau tidak adalah sesuatu yang belum pasti maka hukumnya juga tidak mengikat. Sementara, jika hukumnya tidak mengikat maka akan kembali pada hukum asal yaitu mubah. “Karena menjijikkan bagi seseorang, mungkin tidak bagi yang lain. Atau bahkan justru dibutuhkan bagi orang yang lain lagi. Jadi hal ini juga tidak bisa dijadikan sebagai landasan hukum yang pasti dan mengikat. Kalau tidak ada dalil atau nash yang jelas, maka menurut kaidah Fiqhiyyah, kembali kepada hukum asal, yakni mubah Al-ashlu fil-Asyyaa’i al-Ibahah, hukum asal segala sesuatu adalah mubah atau dibolehkan,” tulis MUI dalam laman resminya. Meski demikian, konsumsi bekicot bisa dilarang apabila beracun dan membahayakan kesehatan manusia. Oleh sebab itu, MUI menganjurkan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai nutrisi yang ada di dalam bekicot. Namun, berdasarkan penjelasan para pakar, kandungan dalam bekicot hampir sama seperti empedu ayam, sapi, dan kambing. Jadi, bahan yang beracun itu pun masih bisa dinetralisir apabila diolah dengan cara yang tepat. Hukum Makan Tutut atua Keong Sawah dalam Islam Sumber Shutterstock Bagi orang Indonesia, memakan bekicot mungkin hal yang jarang dilakukan. Namun umumnya tutut sawah sering dikonsumsi sebagai lauk atau cemilan yang dianggap rasanya mirip seperti kerang hijau. Berbeda dengan bekicot atau escargot yang biasanya hanya dihidangkan di restoran Eropa, hidangan tutut sawah sangat mudah dijumpai di warung-warung pinggir jalan, bahkan dijual di pasar malam. Banyak orang menyukai rasanya dan sensasi menusuk daging tutut dengan tusuk gigi agar bisa dikeluarkan dan dikonsumsi. Lalu, bagaimana Islam memandang konsumsi tutut yang sekilas mirip dengan bekicot ini? Melansir dari laman Bincang Syariah, terkait halal dan haramnya mengonsumsi keong sawah masih menjadi perdebatan di kalangan ulama Syafi’iyah. Ada yang menghalalkan, ada pula yang mengharamkan. Ulama yang menyatakan bahwa tutut boleh dimakan karena termasuk hewan air yang dihalalkan, ialah Imam Ar-Ramli, Ad-Damiri, dan Khatib Al-Syirbini. Sedangkan mereka yang menyatakan keong sawah haram dikonsumsi ialah Imam Ibn Hajar, Ibn Abdissalam dan Az- Zarkasyi. Pendapat MUI tentang Hukum Makan Tutut dalam Islam Sumber Shutterstock Sementara itu, MUI sendiri menyatakan bahwa konsumsi tutut atau keong sawah termasuk halal. Karena tutut termasuk hewan air, dan tidak bisa hidup di dua alam. Meskipun tutut bisa hidup di darat, namun hanya sebentar. MUI mendasarkan pendapatnya pada Qur’an surat Al Maidah ayat 5 yang berbunyi “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu…” QS. Al-Maidah, 5 96. Imam Asy-Syaukani mengatakan “Yang dimaksud dengan air dalam ayat di atas adalah setiap air yang di dalamnya terdapat hewan air untuk diburu ditangkap, baik itu sungai atau kolam.” lihatlah Fathul Qodir, Muhammad bin Ali Asy-Syaukani, 2/361, Mawqi’ At-Tafasir. Oleh karena itulah, berdasarkan dalil ini, MUI menyatakan konsumsi tutut atau keong sawah halal untuk dilakukan umat muslim. *** Nah, Parents, itulah hukum makan bekicot dan tutut dalam Islam. Semua kembali ke diri masing-masing karena baik penjelasan dari NU maupun MUI memiliki rujukan yang jelas. Yang terpenting adalah bersikap hati-hati, jika Anda memiliki keraguan atas halal atau haramnya makanan tersebut, sebaiknya jangan dikonsumsi. Semoga informasi di atas membantu ya! Baca juga Imunisasi dalam islam boleh dilakukan, ini hukumnya Oral Seks Untuk Suami atau Istri, Bagaimana Hukumnya Dalam Islam? Benarkah vaksin tidak halal? Ini jawaban MUI untuk kaum anti vaksin Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android. Bekicotitu ada dua macam, ada bekicot darat dan bekicot air. Adapun bekicot darat digolongkan sebagai hasyarot (hewan kecil di darat seperti tikus, kumbang, dan kecoak ) yang tidak memiliki darah mengalir.Adapun bekicot air (disebut keong) digolongkan sebagai hewan air.Mari kita tinjau satu per satu dari jenis bekicot ini.