Takmudah memang untuk berani mengatakan yang benar itu benar, tidak menutupinya. Mengapa tak mudah? Ini perkara dampaknya. Ya, seringkali dampaknya menyakitkan atau membuat kita menderita karena hampir semua orang tidak mudah menerima nasihat, bahkan melakukan penyerangan. Nah, agar kita bisa menyampaikan kebenaran, maka diperlukan juga kejujuran.
Kamis, 13 September 2018 64208 WIB Dibaca 13883 Kali Teks foto Johansyah Syafri Kalimat dengan tujuh kata yang dijadikan tajuk di atas terdiri dari 26 konsonan dan 16 vokal. Sebagai intro di akun facebook milik kami, kalimat di atas tulis pada tanggal, bulan dan tahun yang serba 9. Yakni, 9 September 2009. Tepatnya hari Rabu. Setidaknya itulah catatan sejarah yang diingatkan media sosial yang didirikan seorang pemrogram komputer dan pengusaha internet dari USA, Mark Elliot Zuckerberg lahir 14 Mei 1984. Artinya, sampai dengan hari ini, Kamis, 13 September 2018, sudah 9 tahun dan 4 hari kami menjadi anggota "facebookers". Atau, 361 hari ke depan, insya Allah, tepat satu dasarwasa alias satu dekade nama kami tercatat di media sosial ini. Nama kami tersebut adalah nama yang sama aslinya dengan yang tercatat di Kartu Tanda Penduduk KTP dan dokumen resmi lainnya. Dua kata yang memang diberikan kedua orang tua kami. Katakan yang benar meskipun pahit didengar orang. Walaupun di facebook belum 10 tahun terpublikasi, tapi "sejarahnya lebih panjang dari itu. Lebih panjang dari angka 26 total konsonan apalagi angka 16 vokal yang menyusunnya. Ya, lebih tiga dasarwasa. Masih tajam teringat dalam catatan pikiran, kami merangkai kata itu pada tahun 1988. Sekitar bulan Juni 30 tahun silam. Saat masih tercatat sebagai mahasiswa semester II di Prodi Biologi FKIP Universitas Riau. Saat itu, tentu Desmiarti, adik tingkat kami yang saat ini menjadi guru Biologi dan pembimbing/pembina putri sulung kami Muthi'ah Khairun Nisa di GenRe SMANSA Bengkalis dan sahabatnya Nes Zulnesa, belum tercatat sebagai mahasiswa di Prodi yang sama. Katakan yang benar meskipun pahit didengar orang. Kata-kata itu berawal tentang opini tentang merosotnya rangking pendidikan di Provinsi Riau secara nasional yang kami tulis di mingguan Warta Karya cikal bakalnya Harian Riau Pos sekarang. Dua tokoh yang beberapa tahun kemudian kami kenal cukup dekat yang kala itu menjadi petinggi di Warta Karya adalah Bang H Aspraini Arsyad dan H Ruskin Har Alm. Ketika masih dididik Bang Wahyudi El Pangabean, Abu Bakar Siddik ABBS, Sutrianto, dan Syafriadi, menjadi pewarta di mingguan GeNTA, kami pernah mewawancarinya keduanya. Katakan yang benar meskipun pahit didengar orang. Meskipun berawal dari opini di mingguan Warta Karya, namun inspirasi awalnya kata-kata itu adalah hadits Rasulullah SAW., yang artinya; "Katakan kebenaran, sekalipun itu pahit”. Hadits lain yang senada dengan itu yang pernah kami baca, diantaranya artinya; "Tidak ada kejujuran yang lebih utama daripada ucapan kebenaran” atau "Tidak ada kejujuran yang lebih dicintai oleh Allah daripada ucapan kebenaran”. Katakan yang benar meskipun pahit didengar orang. Berkatalah yang benar walau itu pahit. Kebenaran tetap diterapkan walau ada celaan dan ada yang tidak suka. Inilah prinsip yang diajarkan dalam Islam oleh Nabi kita untuk yang seakidah Muhammad SAW. Nasehat ini beliau sampaikan pada sahabat mulia Abu Dzarr. Dari Abu Dzaar, ia berkata, “Kekasihku Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan tujuh hal padaku Pertama, mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka; Kedia, beliau memerintah agar melihat pada orang di bawahku dalam hal harta dan janganlah lihat pada orang yang berada di atasku; Ketiga, beliau memerintahkan padaku untuk menyambung tali silaturahim hubungan kerabat walau kerabat tersebut bersikap kasar; Keempat, beliau memerintahkan padaku agar tidak meminta-minta pada seorang pun; Kelima, beliau memerintahkan untuk mengatakan yang benar walau itu pahit; Keenam, beliau memerintahkan padaku agar tidak takut terhadap celaan saat berdakwa di jalan Allah; dan Ketujuh, beliau memerintahkan agar memperbanyak ucapan “laa hawla wa laa quwwata illa billah” tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah, karena kalimat tersebut termasuk simpanan di bawah Arsy.” Katakan yang benar meskipun pahit didengar orang. Kebenaran itu memang pahit. Namun seperti obat tau jamu kebanyakkan, meskipun rasanya pahit ianya menyembuhkan. Atau setidaknya, ya mengurangi rasa sakit. Bagi sebagian orang, kebenaran itu memang menyakitkan. Namun, seperti dikatakan seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad SAW., Ali bin Abi Thalib 599-661, "Sebagian obat justru menjadi penyebab datangnya penyakit, sebagaimana sesuatu yang menyakitkan adakalanya menjadi obat penyembuh." Katakan yang benar meskipun pahit didengar orang. Memang, kita harus berani mengatakan yang benar meskipun pahit didengar orang. Sebab, pesan Edward Paul Abbey 1927-1989, seorang penulis dan penulis esai Amerika, "Lebih baik kebenaran yang pahit daripada delusi yang nyaman." Apa itu delusi? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI daring, delusi bermakna 'pikiran atau pandangan yang tidak berdasar tidak rasional, biasanya berwujud sifat kemegahan diri atau perasaan dikejar-kejar; pendapat yang tidak berdasarkan kenyataan; khayal'. Katakan yang benar meskipun pahit didengar orang. Ketujuh kata dalam kalimat tersebut adalah doa dalam bentuk lain untuk orang yang kita cintai. Jadi jangan takut untuk mengatakannya. "Jangan berhenti berdoa untuk yang terbaik bagi orang yang kau cintai," begitu pesan lain dari Ali bin Abi Tahlib. Katakan yang benar meskipun pahit didengar orang. Sampaikan ketujuh kata dalam kalimat itu dengan jujur kepada sahabat dan siapapun orang yang kita cintai. Sebab dan masih mengutip nasehat Ali bin Abi Thalib, "Ucapan sahabat yang jujur lebih besar harganya daripada harta benda yang diwarisi nenek moyang." Katakan yang benar meskipun pahit didengar orang. Katakan yang benar meskipun pahit didengar orang dan meskipun akan banyak orang yang tidak menyukainya. Banyak orang yang tidak mempercayainya. "Kebenaran suatu hal tidaklah ditentukan oleh berapa banyaknya orang yang mempercayainya," begitu pesan pahlawan Nasional Indonesia, wirausahawan dan pendiri Muhammadiyah yang nama kecilnya Muhammad Darwisy, yakni KH Ahmad Dahlan 1868-1923. Katakan yang benar meskipun pahit didengar orang. Ketujuh kalimat tersebut adalah salah satu kalimat yang dijadikan "bumbu tausiah" untuk memotivasi teman sejawat di Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Kabupaten Bengkalis ketika kami memberikan arahan pada apel masuk kantor, di hari pertama tahun kedua kami bertugas di "Mabes 51" atau di hari kedua tahun 1440 H, Rabu kemarin, 12 September 2018. Sesuai warna Pakaian Dinas Harian PDH yang kami gunakan kemarin, yaitu hitam dan putih, maka silahkan ambil sisi putih dari tulisan ini kalau memang ada. Dan, buang jauh-jauh bila ada sisi hitamnya. Katakan yang benar meskipun pahit didengar orang. Semoga Allah SWT., meneguhkan kita selalu di atas kebenaran dan diberi taufik berkata yang benar walau itu pahit. Hanya Allah yang memberi taufik. ***** Pekanbaru, Kamis 13 September 2018 Menjelang dan sesudah Subuh Coba mengikat ilmu dalam kesendirian di kamar 332 sebuah hotel yang beralamat di jalan Sisingamangaraja No 32, Kelurahan Sumahilang, Pekanbaru Kota, Kota Pekanbaru, Riau.
Maknanyaadalah 'Katakan kebenaran, sekalipun kebenaran itu pahit' Yang versi panjangnya hadits yang diriwayatkan Ahmad itu sebagai berikut: beliau memerintahkan untuk mengatakan yang benar walau itu pahit, (6) beliau memerintahkan padaku agar tidak takut terhadap celaan saat berdakwa di jalan Allah, (7) beliau memerintahkan agar
BEKASI – Seseorang yang beriman kepada Allah swt dan hari akhir, ia akan senantiasa menjaga lisannya sehingga ia tidak akan mengucapkan ucapan atau perkataan apapun kecuali yang baik dan yang benar. Ia meyakini bahwasanya Allah swt adalah Dzat Yang Maha Mendengar dan Yang Maha Mengetahui, sehingga setiap ucapan apapun yang diucapkan, dapat diketahui-Nya bahkan dicatat oleh para malaikat utusan-Nya. Allah swt berfirman, “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” QS. Qaff18 Nabi Muhammad saw dikenal dengan sebutan “Al-Amin” karena kejujurannya. Beliau dikenal sangat jujur, tidak pernah menipu siapapun, tidak pernah mengurangi takaran ataupun timbangan, juga tidak pernah memberikan sumpah palsu serta janji-janji belaka. Oleh sebab itu, Allah swt memberikan kecaman kepada seseorang yang mengatakan sesuatu lalu ia tidak memenuhinya, “Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” QS. As-Shaff 2-3 Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa ayat ini merupakan pengingkaran Allah terhadap seseorang yang mengatakan sesesuatu dan tidak melaksanakannya. Imam Qatadah berkata, “ayat ini mewajibkan semua orang yang telah mewajibkan dirinya mengerjakan sebuah amalan ketaatan, bahwa dia harus memenuhi hal itu.” Nabi Muhammad saw juga pernah memberikan sebuah nasihat kepada salah seorang sahabat yang mulia yaitu Abu Dzarr. Beliau bersabda, “Katakan yang benar sekalipun itu pahit.”HR. Imam Baihaqi. Beliau shallalllahu ailihi wa sallam ingin memberikan pesan agar ini dijadikan sebuah prinsip dan pedoman hidup bahwasanya kebenaran tetaplah kebenaran yang harus diterapkan meskipun mendapatkan celaan, hinaan, atau bahkan kecaman. Prinsip inilah yang dipertahankan oleh Imam Ahmad bin Hanbal bin Hilal ketika terjadi sebuah fitnah besar Khalqul Quran. Penguasa Abbasiyah yaitu khalifah Al-Ma’mun memiliki pandangan bahwa Al-Quran adalah makhluk. Sang Imam menolak untuk sefaham dengan penguasa. Menurut beliau, Al-Quran adalah kalamullah bukanlah makhluk yang akan selalu terpelihara keaslian dan keontentikannya seperti yang dijanjikan oleh Allah swt dalam surat Al-Hijr ayat 8, Allah swt berfirman“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” Karena hal inilah beliau disiksa dan dimasukkan ke dalam penjara. *
Sedikitterlambat untukku katakan, tapi tadi itu luar biasa. Menahan kekuatan sebesar itu hanya seorang diri, meskipun kau hanya seorang manusia lemah itu menakutkan. Jika kau menggunakan kekuatan itu untuk melawan manusia, kau seharusnya bisa menyerang dua atau tiga negara dalam satu malam.
gaulislam edisi 477/tahun ke-10 12 Rabiul Awwal 1438 H/ 12 Desember 2016 Sori Bro en Sis, judul gaulislam edisi ke-477 ini lebih panjang dari biasanya. Hehehe ibarat naik commuter line, ini berarti yang rangkaiannya ada 10 gerbong, umumnya 8 gerbong. Tetapi yang penting adalah judul tersebut bisa dimengerti dan syukur-syukur bisa dipahami dengan mudah. Ya, buletin kesayangan kamu ini merasa perlu membahas tentang kebenaran dan mengatakannya walau hal itu terasa pahit. Ini penting. Supaya kamu dan kita semua tahu sebuah konsekuensi. Jika hal itu benar, ya katakan benar. Walau akibat dari mengatakan hal itu berujung pada kondisi yang membuat kamu menderita, pedih, perih, dilengkapi dengan pahit—bahkan mungkin selama hidup. Tak apa, itu artinya kamu, dan kita semua, belajar bahwa untuk sebuah keyakinan memang bukan hanya keberanian yang dibutuhkan, tetapi juga pengorbanan. Betul? Setuju? Iya, dan harus! Kebenaran dan kesalahan itu berlawanan, seringkali berada pada pilihan putih-hitam. Putih itu putih, hitam itu hitam. Tak akan bercampur keduanya kecuali yang menginginkannya. Maka, bila kita memilih kebenaran atas suatu hal, maka kita harus mempertahankannya. Katakan juga bahwa hal itu benar adanya. Demikian juga harus mengatakan bahwa yang salah itu salah. Walau konsekuensinya terasa pahit. Dari Abu Dzaar, ia berkata, “Kekasihku Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan tujuh hal padaku 1 mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, 2 beliau memerintahkan agar melihat pada orang di bawahku dalam hal harta dan janganlah lihat pada orang yang berada di atasku, 3 beliau memerintahkan padaku untuk menyambung tali silaturahim hubungan kerabat walau kerabat tersebut bersikap kasar, 4 beliau memerintahkan padaku agar tidak meminta-minta pada seorang pun, 5 beliau memerintahkan untuk mengatakan yang benar walau itu pahit, 6 beliau memerintahkan padaku agar tidak takut terhadap celaan saat berdakwa di jalan Allah, 7 beliau memerintahkan agar memperbanyak ucapan “laa hawla wa laa quwwata illa billah” tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah, karena kalimat tersebut termasuk simpanan di bawah Arsy.” HR Ahmad Itu sebabnya, nggak usah takut atau minder untuk menyampaikan atau mengatakan kebenaran Islam ini. Walau dampak yang bakal kita terima membuat kita repot. Kalo sekadar celaan, diemin aja atau tanggapi seperlunya. Nggak usah takut. Kita hidup dalam kondisi zaman yang sebenarnya tidak berbeda jauh dengan di masa lalu dalam timbangan benar dan salah. Hanya fakta kondisi dan modusnya tak sama. Kalo di masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdakwah di Mekkah ada Abu Jahal dan Abu Lahab serta para pengikutnya yang memerangi beliau, maka di zaman ini pun banyak orang kafir dan orang munafik yang melawan Islam dan kaum muslimin. Iya, kan? So, nggak usah heran. Itu artinya, yang terpenting bagi kita adalah menjaga keimanan dan konsistensi dalam perjuangan. Ok? Jangan jadi “abu-abu” Hehehe.. jangan gagal fokus dengan subjudul ini, Bro en Sis. Kalo ngomongin “abu-abu” nanti kamu langsung kepikiran seragam SMA atau SMK putih-abu-abu. Bukan ini. Nggak usah ngomongin seragam ya. Kita ngomongin sikap. Sikap ini penting, terutama yang berkaitan dengan judul gaulislam kali ini, bila benar katakan benar dan bila salah ya katakan salah. Nggak boleh mengatakan, “abu-abu”. Kalo halal ya bilang halal, kalo haram ya katakan haram. Jangan bilang halam gabungan dari yang halal dan yang haram. Waduh, itu sih nggak punya sikap. Bahaya bingitz! Misalnya aja nih yang lagi rame di medsos soal keberpihakan. Ada yang memilih kebenaran, ada yang malah memilih kesalahan. Pada kasus Ahok si penista al-Quran kamu mestinya tahu juga soal ini ya, jangan cuma mahir maen game online, manusia terbagi jadi 4 golongan kalo menurut Ustaz Arifin Ilham, yang di-share di banyak grup WhatsApp. Versi singkatnya Pertama, orang yang beriman. Mukmin sejati, pecinta, pejuang dan pembela al-Quran dengan segara risikonya. Kedua, orang kafir. Ini sudah jelas ya, pendurhaka. Ketiga, orang munafik. Ini yang perlu diwaspadai. Sebab, ngakunya muslim, tapi pendukung orang kafir. Keempat orang yang abu-abu. Ini juga rese. Nggak jelas, pragmatis, diam, cuek, cari selamat, asyik dengan hobi dunianya, ketakutan or menjaga karirnya. Intinya banyak alasan untuk cari selamat. Hadeuh! Sobat gaulislam, itu sebabnya kamu harus menentukan posisi. Sebab, keberpihakan akan menentukan posisi kita ada di mana. Tentu saja, sebagai seorang muslim, keberpihakan kita hanya kepada Islam dan kaum muslimin, Bukan kepada selainnya. Sebab, iman dan kufur jelas. Kalo nggak beriman ya kufur. Di antara keduanya ada yang pura-pura beriman, padahal sejatinya condong kepada kekafiran, itulah orang munafik. Maka sebetulnya, orang yang “abu-abu” ini dihukumi tidak jelas ke mana dia berpihak. Walau demikian, jika mereka yang “abu-abu” ini diam terhadap kemungkaran, diam terhadap kemaksiatan, diam terhadap kesalahan, selain bisa terkategori selemah-lemahnya iman, bisa juga ibarat setan yang bisu. Lho, kok bisa? Iya. Abu Ali ad-Daqqâq rahimahullah wafat 412 H berkata الْمُتَكَلِّمُ بِالْبَاطِلِ شَيْطَانٌ نَاطِقٌ وَالسَّاكِتُ عَنِ الْحَقِّ شَيْطَانٌ أَخْرَسُ “Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah setan yang berbicara, sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu.” Bener Bro en Sis. Orang yang berbicara dengan kebatilan ialah setan yang berbicara, ia bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Sedangkan orang yang diam dari kebenaran ialah setan yang bisu, ia juga bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Seperti seseorang yang bertemu dengan orang fasik, terang-terangan melakukan kemaksiatan di hadapannya, dia berkata lembut, tanpa mengingkarinya, walau di dalam hati. Atau melihat kemungkaran, dan dia mampu mengubahnya, namun dia membisu karena menjaga kehormatan pelakunya, atau orang lain, atau karena tak peduli terhadap agama. Jangan sampe deh kita punya sikap seperti ini. Gunakan lisan dan cara pandang kita untuk kebenaran, bukan kebatilan. Katakan kebenaran walau hal itu pahit. Beneran! Berani ambil risiko Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia saya punya versi software-nya, mendefinisikan risiko sebagai akibat yang kurang menyenangkan merugikan, membahayakan dari suatu perbuatan atau tindakan. Jadi, udah tahu kan sekarang? Sering-seringlah buka kamus ya. Jangan sampe tahu istilahnya tapi nggak ngerti maknanya. Baik, kita lanjut. Risiko dalam menyampaikan kebenaran bisa saja berujung celaan atau makian, bahkan bisa saja nyawa yang melayang. Sungguh, lho. Bukan nakut-nakutin. Maka, hanya mereka yang berpredikat mukmin sejati sajalah yang siap dan berani menanggung risiko apapun atas apa yang disampaikannya dalam dakwah. Syaikh Sayyid Qutbh rahimahullah berkata, “Satu janji itu adalah surga. Inilah yang dijanjikan untuk mereka yang telah berjihad, yang didera duka dan kegetiran, yang berjuang mati-matian di jalan dakwah.” Luar biasa! Sobat gaulislam, itu sebabnya kamu dan kita semua jangan lembek. Sebaliknya harus tetap teguh menyuarakan kebenaran dan menyebarkan dakwah. Ustaz Rahmat Abdullah rahimahullah mengatakan, “Teguh adalah nafas pejuang kebenaran sepanjang zaman. Mereka tidak hanyut di air, tak hangus di api dan tak melayang di udara, tak goyah oleh tumpukan harta, kemilau tahta dan rayuan dunia. Kiprah mereka hanya satu tetap teguh dalam bergerak dan terus bergerak dalam keteguhan.” Tuh, keren bingitz! So, ambillah risiko sebagai orang yang berdiri di barisan terdepan yang berjuang dan membela Islam. Menjadi bagian yang tak pernah menyerah dalam dakwah. Ada nasihat dari Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani untuk para pengemban dakwah yang perlu kita ingat baik-baik, “Ketahuilah dan pahamilah, bahwa pengemban dakwah tidak akan mampu memikul tanggung jawab dan kewajiban-kewajibannya tanpa menanamkan pada dirinya cita-cita untuk mengarah kepada jalan kesempurnaan, selalu mengkaji dan mencari kebenaran.” Mengambil posisi untuk membela Islam pasti akan berhadap dengan orang yang terang-terangan melawan Islam, juga harus siap melawan musuh dalam selimut, yakni dari kalangan munafik. Benar katakan benar, walau hal itu kemudian membuat kehidupan kita terasa pahit. Pilihan hidup memang demikian, apalagi kita menggenggam keimanan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Sobat gaulislam, sebagai pemuda muslim, kokohkan akidah kita, tentukan sikap keberpihakan kita pada Islam. Sebab, hari-hari ke depan akan lebih banyak ujian dalam kehidupan kita. Si penista al-Quran tak juga dihukum–faktanya banyak orang, terutama pejabat berwenang–malah bungkam walau sudah jelas kesalahannya dan dijadikan tersangka, tuduhan makar, tuduhan pemecahbelah bangsa, terorisme yang selalu ditujukan pada Islam dan kaum muslimin meski hal itu tak banyak bukti, dan banyak hal lain yang membuat kita harus waspada dan bersabar atas ujian ini dan senantiasa berharap pertolongan Allah Ta’ala untuk menghadapi hari-hari ke depan agar kita tetap istiqomah di jalan dakwah dan tetap bersama Islam hingga akhir hayat. Cukuplah firman Allah Ta’ala ini sebagai penyemangat dan mengokohkan keimaman kita, Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” QS Fushshilat [41] 30 Yuk ah, mulai sadar diri, senantiasa kita kokohkan keimanan, perbaiki niat, tetap bersabar dan teruslah berjuang untuk tetap mengatakan kebenaran walau hal itu terasa pahit-getir. [O. Solihin Twitter osolihin] Continue Reading
Katakanlah kebenaran itu walaupun pahit (mengatakannya)!" Menegakkan kebenaran merupakan bagian dari dakwah. Artinya, kegiatan ini menjadi kewajiban bagi setiap umat Islam. Apalagi jika melihat dalam tafsiran Ibnu Katsi r dalam surat Ali Imran (QS 3) ayat 104, yang menjelaskan bahwa maksud dari ayat ini adalah
ilustrasidari ada keburukan atau kesesatan. Ubahlah dengan tanganmu atau kekuasaan yang kau miliki. Ubahlah dengan mulutmu, atau kemampuanmu untuk berbicara, menjelaskan dan memberikan pemahaman. Katakanlah walaupun itu pahit! Jika yang ingin kamu katakan adalah: 1. Sebuah Kebenaran ilustrasi dari pinterest.com Katakankanlah sebuah kebenaran sekecil apapun itu. Jika kebenaran k
Untukitu marilah kita simak beberapa contoh pidato tentang kejujuran Adapu hadisnya yaitu: قُلِ الْحَقَّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا "Katakan kebenaran, sekalipun itu pahit". Haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam "Syu'abul Iman" (no. 4737) dari jalan Abdul Malik Ibnu Juraij dari 'Athoo' dari
. m5u1h769eu.pages.dev/56m5u1h769eu.pages.dev/75m5u1h769eu.pages.dev/180m5u1h769eu.pages.dev/261m5u1h769eu.pages.dev/375m5u1h769eu.pages.dev/452m5u1h769eu.pages.dev/454m5u1h769eu.pages.dev/422
katakan kebenaran sekalipun itu pahit